Posted by : Unknown
Jumat, 14 Juni 2013
MENELUSURI JEJAK SEJARAH & MITOS WARMOND
Mungkin pembaca agak sedikit mengernyitkan dahi begitu mendengar kata Warmond, ya warmond memang terdengar asing bagi masyarakat Kaltim, namun di Kabupaten Bulungan Khususnya yang menetap di kota Tanjung Selor maupun Tanjung Palas, Warmond merupakan legenda sekaligus kebanggaan masa silam yang pernah dimiliki oleh daerah ini.
Keberadaannnya yang terkadang dikait-kaitkan dengan suasana mistis memang cukup popular, lebih dari puluhan tahun tidak sedikit peminat sejarah di Kabupaten Bulungan ingin sekali sekali menyibak misteri sejarah keberadaannya, termasuk penulis yang sejak duduk di sekolah lanjutan tingkat atas sudah tertarik untuk menyibak sejarah keberadaannya.
Pernah mendengar tentang kapal Onrust, sebuah kapal uap milik Zeemach Nederlands Indie alias Angkatan Laut Hindia Belada yang ditenggelamkan oleh Tumenggung Surapati dan anak buahnya dalam salah satu episode perang Banjar pada 27 Desember 1859, (Kandil, Edisi 13, Thn IV, Mei-Juli 2006) sama halnya dengan Onrust, Warmond sejatinya adalah sebuah kapal namun bukan kapal perang melainkan sebuah kapal pesiar milik Sultan Bulungan yang konon diberikan sebagai tanda persahabatan oleh Ratu Wihelmina, kepala Negara kerajaan Belanda di kala itu. Ratu Wihelmina sendiri memang cukup popular, di Museum Kesultanan Bulungan saja, terdapat wajah ratu Walanda tersebut tersebar di lempengan tehel, teko berlapis kaca, gelas dan piring-piring bernuansa Eropa.
Kesultanan Bulungan, pada masa lampaunya memang memiliki pengaruh dan kekayaan yang cukup melimpah, Kesultanan ini sebenarnya merupakan salah satu Kesultanan termuda di wilayah pantai Timur Kalimantan dikala itu, ini disebabkan Kesultanan ini berdiri sekitar tahun 1731 M bertepatan pada 1144 H oleh Founding Fathernya yang pertama bernama Wira Amir yang kemudian dikenal dengan Gelar Sultan Amiril Mukminin (1731-1777), karena itu wajar Negarakertagama tidak menyebut keberadaannya, seperti halnya Kerajaan Paser dan Kutai, sumber-sumber tradisional Kesultanan Banjarmasinpun demikian, tidak sekalipun meyebut Bulungan sebagai wilayah Kekuasaannya hanya menyebut Kerajaan Pasir, Kutai dan Berau saja.
Salah satu sumber pendapatan terbesar dari Kesultanan Bulungan pada saat itu adalah tambang emas hitam di Pulau Tarakan, sebuah pulau yang terletak satu jam perjalanan dari Keraton Kesultanan Bulungan, Darul Aman di Tanjung Palas. Tambang minyak di Tarakan pertama kali eksploitasi pada tahun 1899 yang dilakukan oleh perusahaan minyak bumi Pemerintah Kolonial Belanda yaitu Koninklijke Nederlandsche Petroleum Company, perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi BPM (Bataafsche Petroleum Maatscapij). Pada tahun 1906 saja, produksi minyak bumi di Tarakan mencapai 23.000 BPOD (Barells Of Oil Per Day).
Menurut Informasi, pada waktu itu produksi Bataafsche Petroleum Maatscapij di pulau Tarakan saja 80.000 ton minyak perbulan. Minyak Tarakan pada masa itu memiliki kualitas yang sangat baik, Amsterdam Effectenblad tahun 1932 yang berkomentar “ … Kwaliteit minjak boemi di Tarakan tjoekoep baik, bisa dikasi masuk dalam tank (maksudnya tangki minyak) dengan begitu saja.” Menurut catatan pihak sekutu, sebelum perang dunia kedua, Tarakan menghasilkan 6 juta barel minyak setiap tahunnya dengan kualitas “ World Purest Oil “. (Iwan Sentosa, Tarakan Pearl Harbour Indonesia, 2003) Kemapanan finansial (keuangan) yang berasal dari Royalti pembayaran minyak bumi ini memungkinkan Kesultanan Bulungan membangun sarana-sarana umum untuk kepentingan rakyatnya. Salah satu bukti kekayaan Kesultanan Bulungan pada masa itu ditandai dengan sebuah kapal yang melegenda yaitu “Kapal Warmond”
Menurut sejarahnya, Kapal Warmond dirancang oleh seorang arsitek perkapalan Belanda, H. S. de Vries, pada tahun 1939 beberapa tahun sebelum pecah perang Fasifik yang berujung ekspansi tentara Jepang ke wilayah Kesultanan Bulungan, yaitu Pulau Tarakan pada 12 Januari 1942 yang juga memiliki andil didudukinya kota Tanjung selor dan Tanjung Palas pada 05 February 1942. konon kapal Warmond yang dirancang oleh Mr. H. S. de Vries pada 1939 tersebut bertepatan dengan kelahiran putranya yang bernama Huib de Vries.
Sebagai kapal pesiar, Warmond memiliki ukuran yang bisa dikatakan sangat mewah untuk ukuran pada masa itu, sayangnya penulis tidak mengetahui secara pasti interornya, kapal pesiar yang dirancang oleh Mr. H. S. de Vries ini memiliki Kontruksi yang terbuat dari baja anti karat dengan ketebalan baja 5,6 hingga 7 mm, panjang dari buritan hingga haluan 28, 50 meter dengan lebar kapal 5 meter dan sketsanya berukuran 1, 90 meter. (Sugeng-Arianto.blogspot.files)
Keberadaan kapal pesiar mewah ini kerap dikaitkan sebagai politik pemerintah Kolonial Belanda untuk mengambil hati Kesultanan Bulungan sebagai upaya mempertahankan hak mengeksploitasi minyak di pulau Tarakan tersebut, sayangnya umur Warmond ternyata tidak begitu lama, seperti halnya Onrust yang di tenggalamkan oleh Tumenggung Surapati dan pengikutnya, Warmond juga bernasib sama, kapal pesiar milik Sultan Bulungan ini di tembak oleh para para Digger (sebutan untuk tentara Australia) diperkirakan dalam posisi Sitting Duck, penembakan ini terjadi karena tentara Australia mengira kapal tersebut milik Jepang saat operasi pembebasan Tarakan, yang dikenal dengan nama sandi Operation Oboe.
Sebuah sebuah Operasi pembebasan seluruh pusat perminyakan di Kalimantan terutama di Tarakan, Balikpapan, dan Teluk Brunei yang di Rancang oleh Jendral Douglas MacArthur, panglima Sekutu Mandala Pasifik Barat Daya atau South West Pacific Area Command (SWPA) yang bermarkas di Morotai (Maluku Utara) sejak 15 September 1944. Untuk pendaratan di pulau Tarakan di namakan Operasi Oboe one, Sedangkan Operasi pendaratan di Teluk Brunei dan Balikpapan masing-masing di namakan Operasi Oboe Two dan Oboe Six. Operasi pembebasan ini terjadi pada tahun 1945. (Iwan Sentosa, Tarakan Pearl Harbour Indonesia, 2003) Kapan tepatnya kejadian penembakan terhadap terhadap Warmond serta apakah ada korban tidak diketahui pasti sampai hari ini.
Dalam kondisi yang cukup rusak, Warmond kemudian sempat di dok dipinggir sungai kayan, namun saat di tarik menuju Tanjung Selor, kapal mewah yang badannya dilapisi besi anti karat itu tenggelam ditengah sungai akibat tali kawat yang menariknya putus. Agar kapal yang melintas di sungai tidak menabrak lokasi bangkai kapal ditengah sungai itu, maka sultan memasang rambu pengamanan, namun rambu pengaman itu hanyut dihantam kapal yang membawa kayu pada era kejayaan kayu log sekitar tahun 1980-an.
Pada masa pemerintahan bupati R.A. Besing, pemerintah kabupaten Bulungan berencana mengapungkan kembali bangkai kapal itu dengan tujuan di jadikan objek wisata budaya, sampai beliau meninggal dipertengahan masa jabatannya, hal itu belum terealisasikan. Aura mistis menyelimuti legenda tentang kapal tersebut, konon Warmond tidak dapat diangkat kepermukaan karena kapal tersebut dipercayai ada orang gaib menungguinya, dan hanya dapat dilepaskan kembali oleh Penunggunya dengan syarat-syarat tertentu. Terlepas dari silang pendapat mengenai sejarah maupun mitos yang berkembang tentangnya, Warmond tetaplah bagian dari kepingan sejarah Kesultanan Bulungan yang tetap hidup di hati orang-orang Bulungan, khususnya kerabat Kesultanan Bulungan hingga saat ini.